Sabtu, 20 Februari 2010

Perkembangan Ilmu Pengetahuan di Iran, Tercepat di Dunia

BERITA INTERNASIONAL
http://a.cdn.tendaweb.com/fckfiles/image/dunia/sapi-transgenik-iran.jpg

Jurnal Newscientist edisi Kamis (18/2) memuat hasil penelitian Science-Metrix, sebuah perusahaan di Motreal, Kanada yang melakukan evaluasi atas perkembangan dan produk ilmu pengetahuan serta teknologi di berbagai negara. Dalam laporan hasil penelitiannya, Science-Metrix menyebutkan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan di negara Iran sebelas kali lebih cepat dibandingkan negara-negara lainnya di dunia.

Perusahaan itu mengamati adanya "pergeseran geopolitis dalam bidang ilmu pengetahuan dan karya" yang dihasilkan negara-negara di dunia. Menurut Science-Metrix, banyaknya karya-karya ilmiah yang dimuat di Web of Science menunjukkan bahwa standar pertumbuhan karya ilmiah di Timur Tengah, khususnya di Iran dan Turki, nyaris mendekati angka empat kali lebih cepat dari rata-rata pertumbuhan di dunia.

"Iran menunjukkan pertumbuhan yang paling cepat di dunia dalam bidang ilmu pengetahuan. Asia terus mengejar, bahkan lebih cepat dari yang kami pekirakan sebelumnya. Eropa mempertahankan posisinya lebih dari yang diharapkan, dan Timur Tengah adalah kawasan yang patut diperhatikan," kata Eric Archambault yang menulis laporan Science-Metrix.

Ia mengatakan, publikasi karya-karya ilmiah dari Iran kebanyakan tentang kimia nuklir dan tentang fisika partikel. "Iran juga mengalami kemajuan pesat di bidang ilmu kedokteran dan pengembangan pertanian," tukas Archambault.

Ia menambahkan, perkembangan teknologi di Iran pada tahun ini sangat cepat bahkan melampaui negara China yang oleh dunia diakui cemerlang dalam bidang sains .

Meski lebih dari 30 tahun diembargo Barat, Iran telah melakukan langkah besar di berbagai sektor, termasuk sektor ruang angkasa, nuklir, kedokteran, penelitian tentang sel dan kloning. Tanggal 2 Februari kemarin, Iran berhasil meluncurkan satelit yang diberi nama Kavoshgar 3 ke ruang angkasa. Satelit itu membawa berbagai organisma hidup seperti tikus, dua ekor kura-kura dan cacing untuk keperluan penelitian.

Sebelumnya, di bulan Januari, Iran menjadi negara pertama di Timur Tengah yang mampu mengembangbiakkan hewan ternak transgenik, seperti domba dan kambing. Iran juga tercatat sebagai salah satu negara dari sedikit negara yang berhasil mengembangkan teknologi dan perangkat untuk mengkloning hewan ternak yang bisa digunakan untuk keperluan penelitian di bidang kedokteran dan untuk memproduksi zat antibodi manusia untuk menangkal penyakit.

Anak domba bernama Royana dan dua sapi bernama Bonyana dan Tamina adalah hewa-hewan hasil kloning pertama di Iran.

ln/prtv/eramuslim.com

Sabtu, 04 Juli 2009

Karena Saya Bertampang Udik???

Dia benar-benar menampilkan sesuatu yang berbeda. Apa yang dilakukannya tidaklah keluar dari apa yang telah menjadi keyakinannya... Sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru, sejarahpun pernah mempertontonkan apa yang diperlihatkannya pada dunia saat ini. Ya, kesederhanaan seorang pemimpin.Dia benar-benar meneladani apa yang telah dicontohkan sang Nabi panutannya. Sebuah kesederhanaan yang memikat.
Begitupun beberapa khalifah terpilih setelahnya. Dia mencontoh Umar bin Khattab ra, yang membuat duta negara seberang bingung keheranan ketika ia minta ditunjukkan dimana Khalifah negeri Islam yang kekuasaannya terbentang sepanjang semenanjung arabia, ia melihat sang Khalifah terbaring istrahat di bawah sebuah pohon,tanpa pengawal, tanpa kopasus. Dia pun benar-benar meniru kekasihnya, Imam Ali as yang ketika menjabat khalifah, tidak malu memakai terompah yang berkali-kali dijahitnya sendiri.Ia bertanya kepada sahabatnya, tahukah kamu berapa harga terompah ini ?, sang sahabat menjawab, " Ya Khalifah, meskipun engkau menjualnya, tak seorangpun yang mau membelinya."Dia bersabda, "Bagi saya terompah ini lebih berharga dibanding kekuasaan yang berada di tanganku sekarang, kecuali dengan kekuasaan ini aku menegakkan keadilan."

Ataupun sang Imam, pemimpin besar revolusi Islam di negara yang sekarang di pimpinnya. Ia mengatakan,"Di masa revolusi dulu, aku berkali-kali diinterogasi karena memasang gambar-gambar Imam Khomeini di dinding-dinding kampus."Ia betul-betul menjadi penerus dan memegang erat ajaran-ajaran sang Imam. Yang meninggalkan negara yang dipimpinnya dengan barang-barang warisan yang sama sekali tidak berharga. Bahkan rumah yang didiaminya pun masih status kontrakan sampai wafatnya.

Dunia terlalu banyak disuguhi tokoh-tokoh antagonis. Sehingga keberadaannya dianggap sesuatu yang asing. Sok suci dan munafik. Saya menjadi teringat dengan novel ayat-ayat cinta yang menampilkan Fahri sebagai tokohnya. Yang kontra memberikan komentar bahwa ketokohan Fahri terlalu sempurna, seseorang yang tidak mungkin ada saat ini.Penulisnya, hanya memberi komentar sederhana, "Justru bagi saya belum sempurna, akan saya sempurnakan lagi, bangsa ini butuh tokoh-tokoh yang berjiwa malaikat." Ya, dunia begitu sangat merindukan orang-orang seperti dia. Dia tak membutuhkan pujian, dia tak memanfaatkan apa yang telah menjadi kekuasaannya untuk kepentingan pribadi.




Dia membuat seorang diplomat asing sekaligus kontraktor tersentak, ketika ia berkata, "Saya tidak mungkin memenuhi keinginan saudara dengan harus mengorbankan rakyat saya."


Ketika pemimpin-pemimpin negara lainnya mendekat dan bangga menjadi sahabat-sahabat Amerika. Dia punya kebijakan lain. Dia menyatakan perlawanan. Katanya, perlawanan terhadap kedzaliman adalah keniscayaan.
Banyak yang mencintainya, namun tidak sedikit pula yang tidak menyukainya. Sampai seorang ustadz saya, Ust. Muh. Ihsan Zainuddin Lc yang sebelumnya begitu kukagumi menulis sebuah artikel dan memberi penilaian terhadapnya, sebagai musang berbulu domba. Semua orang berhak memberi komentar, siapapun bisa mencintainya, dan siapapun berhak untuk menjadi musuhnya.
Namun kenyataan yang tidak terpungkiri. Dia memimpin negaranya, menjadi pelaksana titah Rahbar dengan kesederhanaan yang memukau dan menjadi kecintaan rakyatnya. .
Karena itu, ia kembali terpilih kedua kalinya sebagai Presiden, dengan perolehan suara yang sangat spektakuler 63 %. Banyak pihak yang teriak menolak, AS dan Dunia Barat berang, karena menganggap Ahmadi Nejad adalah ganjalan paling serius bagi proses hegemoni Barat dan ancaman bagi eksistensi Israel. Dan beberapa pihak dari dalam negerinya sendiri menolak hasil pemilu karena Ahmadi Nejad pernah berjanji akan membongkar korupsi para mantan pejabat Iran. Ia pun bertanya, “Kenapa kalian tidak senang saya menjadi presiden di Iran? Apakah karena saya orang miskin dan bertampang udik? Buat saya, istana-istana kalian tidak lebih berharga daripada sehelai rambut jutaan orang miskin di negeri ini?"
Setahu saya, hanya beberapa pemimpin dunia saat ini yang memadukan keberaniaan dan kesederhanaan...Fidel Castro, Eva Morales, dan Hugo Chaves yang kiri. Serta dia yang Syiah....

Iran: Negara Islam Yang Paling Maju Dalam Sains


-Hadi Nur -
Iran merupakan negara yang cukup dimusuhi oleh mantan presiden Amerika, George W Bush. Mungkin karena kekuatan militernya dan kedudukan geopolitiknya. Tulisan saya hanya menyoroti dari aspek perkembangan sains di Iran, yang juga saya dengar secara langsung dari mahasiswa PhD saya yang kebetulan juga berasal dari Iran.
Mungkin kita menganggap Mesir merupakan negara Islam yang paling maju dalam sains karena sekarang mereka sudah mempunyai 2 orang pemenang Nobel (sastra dan kimia). Namun saya cukup terkejut membaca artikel yang ditulis oleh D. A. King yang dipublikasikan di Nature, edisi 15 Juli 2004 yang berjudul 'The scientific impact of nations' yang analisisnya menyatakan bahwa Iran merupakan satu-satunya negara Islam yang termasuk dalam 31 besar negara yang paling maju sains-nya di dunia.
Bagaimana D. A. King sampai pada kesimpulannya tersebut? Di bawah ini diterangkan metoda penilaiannya. Dua puluh atau tiga puluh tahun yang lalu, parameter penting untuk menilai “scientific impact” adalah produktivitas; yaitu hanya dari jumlah artikel yang dipublikasikan di jurnal, dan sekarang, parameter yang menentukan kualitas dari hasil penelitian tersebut telah dikuantifikasikan ke dalam parameter yang disebut sebagai “impact factor”. Perhitungan nilai impact factor tersebut didasarkan kepada jumlah rujukan (citation) dari artikel yang telah dipublikasikan. Artinya, jika artikel itu banyak dijadikan referensi di artikel yang lain, maka impact factor-nya menjadi tinggi. Banyak lembaga-lembaga pemberi dana riset dan universitas menggunakan impact factor ini dalam menilai pencapaian dosen, peneliti dan mahasiswa.
Sekarang muncul indikator yang lain yang disebut sebagai “Scientific Impact of Nation” yang diusulkan oleh D. A. King. King telah menganalisis jumlah rujukan (citation) dari artikel yang dipulikasikan dari lebih 8000 jurnal dari 36 bahasa yang diindeks oleh ISI Thomson dari tahun 1993-2001, yang terdiri dari jurnal-jurnal dalam bidang sains dan teknologi. Hasilnya, 31 negara ditemui sebagai penyumbang terbesar terhadap 1% atau lebih dari artikel yang paling banyak dirujuk di dunia. Amerika serikat adalah yang teratas diikuti oleh negara-negara eropa, Jepang, Taiwan, Singapore dan nomor 30: Iran! Iran merupakan satu-satunya negara Islam yang masuk dalam penyumbang terbesar dengan 2152 artikel yang banyak dirujuk di jurnal-jurnal yang dikenal oleh ISI. Jika indikator ini dibandingkan dengan 'wealth intensity' (GNP dibagi dengan jumlah penduduk), Iran menjadi nomor 30, dan Amerika serikat tidak lagi menjadi nomor satu. Yang menjadi nomor satu adalah Swiss, sehingga Swiss dapat dianggap sebagai negara yang paling efektif dan pintar dalam memanfaatkan dana riset dan menghasilkan hasil riset yang bermutu tinggi.
Perkembangan sains di Iran dapat dilihat dari perkembangan publikasi ilmiah yang mereka hasilkan. Sebagai contoh, setelah revolusi Iran pada tahun 1979, jumlah artikel yang dipublikasikan di jurnal internasional menurun, yaitu dari 450 artikel pada tahun 1979 menjadi hanya 120 pada tahun 1980. Tetapi, pada tahun 2002 jumlah itu meningkat 20 kali menjadi 2224 artikel. Iran nomor 15 di dunia dalam penelitian 'string teory'. Hal ini juga berlaku dalam bidang kimia dan matematika. Tidak dapat disangkal, dunia barat terkejut dengan perkembangan sains di Iran ini.
Fenomena yang perkembangan sains di Iran sangat menarik untuk dicermati, dan telah dicoba dijelaskan dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Prof. Farhad Khosrokhavar, profesor sosiologi di E'cole des Hauts E'tudes en Sciences Sociales (EHESS), di Paris yang dimuat dalam Critique: Critical Middle Eastern Studies, (Summer 2004), 13(2), 209-224.
Banyak saintis Iran yang berimigrasi ke barat setalah revolusi Iran. Universitas telah ditutup selama 3 tahun pada masa itu. Perang dengan Irak (1980-1988) juga menambah larinya saintis-saintis Iran ke luar negeri. Melihat keadaan tersebut agak mencengangkan melihat Iran dapat bangkit mengejar ketinggalannya.
Melihat kenyataan bahwa revolusi Iran telah menolak sains sebagai produk dari barat, dan mempromosikan sains yang berbasiskan Islam, telah menyebabkan reaksi yang bebeda dari saintis Iran pada masa itu. Sebahagian berhenti bekerja dalam sains dan menukar profesinya, dan sebahagian lagi malah menjadi lebih kuat dan bersemangat dalam mengejar idealisme mereka untuk menjadikan Iran sebagai negara Islam yang maju dalam sains dan teknologi. Pada masa-masa sulit tersebut, sekumpulan matematikawan dan fisikawan teoritis berkumpul setiap minggu di University of Tehran Institute of Physics. Diantara mereka adalah matematikawan Reza Khosroshahi, Hosein Zia, dan fisikawan Farhad Ardalan, Firooz Partovi, Hesam ed dine Arfa, and Reza Mansouri dan beberapa professor dari universitas di luar Tehran. Mereka inilah yang membangkitkan kegiatan saintifik di Iran. Yang menarik adalah, kumpulan diskusi ini disatukan dengan ide yang tidak ada sangkut pautnya dengan politik, mereka disatukan dengan ide mengenai keunggulan saintifik! Inilah idealisme mereka. Mereka memilih untuk tidak masuk dalam perdebatan politik dan hanya memikirkan dan berusaha bagaimana mencapai keunggulan dalam sains.
Terdapat dua generasi saintis di Iran yang terkait dengan perkembangan sains di Iran. Generasi pertama dianggap sekuler, dan kebanyakan mereka mendapat pendidikan di barat. Mereka tidak sensitif terhadap terhadap revolusi yang terjadi di Iran. Generasi kedua merupakan generasi yang terlibat dalam revolusi yang menentang rezim Shah Iran. Generasi kedua inilah yang merupakan generasi penggerak dalam perkembangan ilmu pengetahuan di Iran. Atas inisiatif merekalah program doktor (PhD) pertama dibuka di Iran. Dengan dibukanya program PhD ini, barulah timbul kepercayaan diri, bahwa Iran mampu menghasilkan hasil-hasil penelitian yang bermutu tinggi. Institualisasi dari penelitian ilimiah dalam bidang sains juga dimulai dengan program PhD ini. Dengan banyaknya artikel yang bermutu tinggi yang dipublikasikan, dapat dicatat bahwa bahwa mereka telah berhasil menanamkan idealisme keunggulan dalam sains kepada mahasiswa-mahasiswa mereka. Lembaga yang terkenal dalam menghasilkan sainstis tersebut adalah Zanjan Institute of Advanced Studies in Basic Science (IASBS) and Institute for Theoretical Physics and Mathematics (IPM) di Tehran, dan juga di Sharif University of Technology, University of Tehran dan University of Shiraz.
Jadi idealisme dalam mengejar keunggulan sains merupakan kunci keberhasilan Iran dalam memajukan sains, sehingga sekarang Iran termasuk ke dalam negara memiliki 'The scientific impact of nations' tertinggi di dunia.

Kamis, 02 Juli 2009

Iran Beri Bantuan Tunai 250 Juta Dolar untuk Rakyat Palestina


Pemerintah Iran kembali mengucurkan bantuan tunai untuk rakyat Palestina sebesar 250 juta dolar. Hal tersebut disampaikan PM Palestina Haniyah saat mengakhiri kunjungannya di Teheran Iran, Senin (11/12).
Bantuan itu, seperti dijelaskan Haniyah, meliputi dana bantuan sebesar 100 juta dollar untuk pemerintah, 45 juta dolar untuk gaji pegawai di tiga departemen, yaitu departemen urusan sosial, departemen tenaga kerja dan departemen kebudayaan selama enam bulan ke depan, dan untuk membayar kebutuhan-kebutuhan tahanan Palestina selama enam bulan.
Bantuan juga diberikan kepada 1.000 pekerja Palestina yang menganggur senilai 100 dolar setiap bulan untuk setiap pekerja selama enam bulan ke depan dengan jumlah total 60 juta dolar. Kemudian sebanyak 800 ribu dolar diberikan kepada 300 nelayan Palestina selama enam bulan ke depan.
Dana bantuan lain diperuntukan bagi proyek pembangunan meliputi gedung kebudayaan dan pembukaan perpustakaan dengan nilai 10 juta dolar, serta renovasi 1.000 rumah yang hancur dengan total biaya 20 juta dolar. Iran juga akan membelikan 300 mobil dengan nilai 3 juta dolar. Secara keseluruhan, total bantuan Iran kepada rakyat Palestina sebesar seperempat milyar.
Di samping itu, pemerintah Iran juga berkomitmen mendirikan tiga rumah sakit di Tepi Barat dan Jalur Gaza dengan kapasitas 100 tempat tidur setiap rumah sakit. Juga pendirian 10 klinik spesialis dan jaminan biaya operasinya selama 10 tahun ke depan. Bahkan Iran akan memberikan satu buah pesawat dan reparasi untuk dua pesawat dengan rute penerbangan di Palestina dan Jordania melalui perusahaan Belanda. (was/pic)


Rabu, 01 Juli 2009

Iran Memimpin Bidang Sel Punca (Stem Cell)



Sebuah laporan khusus yang ditertbitkan oleh Harvard University and the Massachusetts Institute of Technology dan dilansir Washington Times (15/04/09) menunjukkan kemajuan pesat Iran di bidang riset dan teknologi sel punca (stem cell). Laporan itu juga menyebutkan bahwa prospek kemajuan sains dan teknologi Iran di masa mendatang sangatlah cerah.
Kemajuan pesat Iran di bidang sel punca ini sendiri mula-mula dipicu oleh banyaknya korban perang Iran-Irak yang terkena gas kimia Irak. Kebanyakan korban itu mengalami kerusakan sel kulit dan sejenisnya, sehingga mendorong ilmuwan-ilmuwan Iran untuk mencari solusi tepat mengobati mereka.
Pemicu lainnya adalah fatwa Pemimpin Tinggi Spiritual Iran, Ali Khamenei, yang melegalkan riset dan aplikasi teknologi sel punca. Khamenei memang dikenal sebagai pendorong utama kemajuan sains dan teknologi Iran sejak dia menjabat sebagai presiden tahun 80-an. Anggaran riset di bidang sains dan teknologi di Iran termasuk yang terbesar di seluruh dunia Islam.
Fakta lain yang lebih mengejutkan, dalam bidang sel punca ini, Iran berhasil mengalahkan AS dan sejumlah negara Eropa Barat yang masih melarang riset di bidang ini karena alasan-alasan etis.


Untuk lebih utuhnya, baca laporan di bawah ini.


Though the world’s attention has focused on Iran’s advancing nuclear program, Iranian scientists have moved to the forefront in embryonic stem cell research, according to a recent joint study by Harvard University and the Massachusetts Institute of Technology.
Controversial in the United States, embryonic stem cell research was embraced in 2002 by Ayatollah Ali Khamenei, Iran’s conservative religious leader. President Obama has recently adopted a similar policy, reversing restrictions that George W. Bush’s administration imposed because of the implications for destroying potential human lives.
Stem cells have been shown to have significant capability to develop into a plethora of different cell types and work as a repair system to replenish cells with specialized functions.
“Islam is very compatible with the modern sciences,” said Hassan Ashktorab of the Howard University Cancer Center. “Policies that may be classified as liberal in the American political system seem to be common sense to Iranian politicians.”
Ayatollah Khamenei has often spoken of launching Iran to the scientific vanguard of the Muslim world, and scientific achievement is important to Iranian national pride. During the Persian Empire – a designation for Iran used until the early 20th century – Iran was a crossroads of medical advancements and established itself as a center of world learning.
The 1979 Islamic revolution triggered a massive brain drain, slowing Iranian advances in science, Mr. Ashktorab said. “There are many renowned scientific intellectuals around the world who are originally Iranian, yet they have adopted a new nationality in the country to which they have migrated,” he said.
ButAli Khademhosseini, an Iranian immigrant to the U.S. who co-wrote the recent study on stem cells for the Harvard-MIT Division of Health Sciences and Technology, said brain drain is “a more generic issue in Iran” and has not prevented Iranian scientists from making advances in certain areas, such as stem cell research.
“The sciences in Iran have a lot of committed and passionate people, so the brain drain doesn’t necessarily affect this field,” he said.
In 1988, after the end of the eight-year Iran-Iraq war, Iran began to heavily invest in the sciences. According to the study by Mr. Khademhosseini and David Morrison, government spending on science rose from 0.2 percent of Iranian gross domestic product in 1990, or about $232 million, to 0.65 percent in 2005, the equivalent of $1.2 billion.
In 2008, Press TV, Iran’s state-sponsored English language international news channel, reported that the Iranian government planned to invest $2.5 billion in stem cell research alone over a period of five years.
Iran’s stem cell research is centered at the Royan Institute, in the foothills of the Alborz mountains in northern Tehran.
Founded in 1991 as an infertility clinic, it was expanded in 1998 into a Ministry of Health-approved cell research center. According to the Royan Institute Web site, it hosts departments in six fields: stem cells, embryology, gynecology, genetics, andrology and epidemiology.
Iran is in the top 10 of countries in the world that produce, culture and freeze human embryonic stem cells, according to Mr. Khademhosseini’s study.
This places Iran in the company of countries including Sweden, Japan, the United States, Australia, Britain, India, South Korea and Singapore.
Royana, the name given to the first cloned sheep in the Middle East, was born Sept. 30, 2006, in the Iranian city of Esfahan. Iranian scientists have also identified and isolated human kidney stem cells and cultured and produced differentiated liver tissues in mice.
Despite Iran’s conservative Islamic rule, there is broad government approval for embryonic stem cell research, which Muslim clerics say is permissible under Islamic law. Shi’ite Muslim scholars believe that the fetus is given a soul at 120 days, before which abortion is permissible when there is a physical or emotional threat to the mother – thus avoiding the abortion debates common in the United States.
Ayatollah Khamenei often cites the Koran’s emphasis on preventing human illness and suffering as evidence that stem cell research and Islam are compatible. Limits do exist: Iran’s supreme leader has warned Iranian scientists to be careful that producing identical parts of human beings does not lead to producing a human being, as human cloning is not accepted – a policy shared by the Obama administration.
Although Iran’s progress has been noteworthy, political unrest between Iran and the West has been an impediment. Sanctions directed against Iran’s nuclear and missile programs have lessened the availability of other scientific supplies and equipment primarily manufactured in the U.S. Many Iranian scientists depend on the black market to acquire the equipment necessary for common scientific practices, though at a higher cost.
Mr. Khademhosseini said that despite these problems, he is optimistic about the future. Iranian “research is improving; there is support from the general public, as well as the government. It definitely looks bright.”


(sumber: THE WASHINGTON TIMES Wednesday, April 15, 2009)

Satelit Omid, Kemajuan Antariksa Iran di Tengah Tekanan Amerika


Muslim Pribadi on February 5th, 2009


Perayaan 30 tahun Revolusi Islam di Iran ditandai dengan peluncuran satelit Omid sebagai simbol kemandirian program antariksanya. Meskipun dibawah sanksi ekonomi yang dipaksakan oleh Amerika dan sekutunya Iran tetap mampu menunjukan bahwa sebuah kemajuan teknologi dapat diraih dengan mengandalkan semangat Revolusi Islam beserta kekuatan dan sumber daya dari dalam negeri.
Satelit Omid yang berasal dari bahasa Persia yang artinya ‘harapan’ berhasil mencapai orbitnya sekitar 250 sampai 350 km di atas atmosfir bumi dan mengorbit 15 kali dalam sehari. Satelit komunikasi ringan ini dilengkapi dengan teknologi pengindraan jarak jauh, satelit telemetri dan teknologi sistem informasi geografis. Sebagai satelit pengumpul informasi dan percobaan, setelah tiga bulan Omid akan mendarat dan membawa data-data yang nantinya dapat membantu para ilmuwan Iran dalam meluncurkan satelit yang beroperasi ke luar angkasa selanjutnya.
Pencapaian antariksa Iran ini diraih ketika negara ini menanggung sanksi nyaris selama 30 tahun hingga tulisan ini dibuat. Sanksi yang dipelopori oleh Amerika ini telah mencegah masuknya beberapa barang dalam daftar yang sangat panjang, termasuk suku cadang pesawat penumpang dan bahkan banyak obat-obatan. Amerika dan sekutunya memproduksi Bom Nuklir dalam jumlah yang sangat besar setiap tahunnya, mengirimkan roket-roket mereka ke luar angkasa, namun ketika Iran berhasil mengirimkan satu satelit percobaannya dari dalam negeri, mereka [Amerika dan sekutunya] mengecam kemajuan tersebut sebagai sebuah ancaman. Iran merupakan negara yang menjadi simbol kemandirian, sebuah simbol tanpa hegemoni Amerika dan sekutunya, bahwa sebuah negara tanpa campur tangan Amerika akan lebih mampu berkembang dan maju. Sebuah kemandirian yang tidak dapat diterima oleh Amerika dan sekutunya, Amerika dengan pengaruhnya menjatuhkan sanksi lewat PBB dan menyebarkan propaganda dalam mengucilkan Iran dari dunia Internasional, namun hal tersebut menjadi bumerang bagi tatanan perekonomian dan citra Amerika di dunia yang semakin memburuk.
Iran merupakan negara ke-8 yang berhasil mengorbitkan satelit dalam negeri-nya ke luar angkasa. Omid merupakan satelit ketiga buatan Iran yang berhasil dikirim keluar angkasa, dan Teheran berencana mengirimkan astronot pertamanya keluar angkasa pada 2021.


Kemajuan Iran Dinilai Sebagai Kemajuan Dunia Islam


Syeikh Al Azhar Mesir, Muhammad Tantawi menyatakan, kemajuan ilmiah yang telah dicapai Republik Islam Iran merupakan kemajuan dunia Islam dan kebanggaan bagi seluruh umat muslim.
Kantor Berita IRNA melaporkan, pernyataan itu dikemukakan kemarin oleh Tantawi dalam pertemuannya dengan Wakil Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran di Dewan Keamanan Naisonal, Ali Larijani, di Kairo. Syeikh Tantawi juga menekankan pentingnya perluasan upaya pendekatan antarmadzhab Islam. Menyinggung upaya musuh dalam menyulut perpecahan di antara umat Islam, Syeikh Tantawi menegaskan, umat Islam harus tetap menjaga barisan persatuan dan persaudaraan mereka dalam menghadapi propaganda musuh.
Di lain pihak, Wakil Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam Iran di Dewan Keamanan Naisonal, Ali Larijani, memaparkan kondisi di kawasan dan dunia Islam secara keseluruhan khususnya di Irak. Dikatakannya, perselisihan yang muncul di Irak sama sekali tidak ada kaitannya dengan madzhab, melainkan berdasarkan unsur-unsur politis dan hal ini merupakan trik musuh dalam memperlemah kekuatan dunia Islam.
Menurutnya, Republik Islam Iran selalu berjalan di atas asas ajaran Islam dan senantiasa mengupayakan persatuan Islam dan kemuliaan bangsa muslim dunia. Tidak hanya itu, Republik Islam Iran juga memprioritaskan kerjasama dan pendekatan antarseluruh madzhab. (Irib)

Khamenei: Sebagian Petinggi Barat Idiot


Pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei pada hari Minggu mengecam negara-negara Barat “berkomentar idiot” mengenai pemilihan presiden.
“Sebagian petinggi Amerika dan Eropa yang memberi komentar idiot mengenai Iran, berbicara seolah masalah mereka sendiri sudah selesai dan Iran masih jadi satu-satunya masalah buat mereka,” kata Khamenei saat bertemu dengan para petinggi pengadilan di negara tersebut.
“Mereka mengabaikan fakta bahwa rakyat Iran yakin, setiap kali mereka (para pemimpin Barat) mulai menggunakan politik, maka hal itu jadi ternoda, ” katanya seperti dilaporkan AFP yang memantau televisi resmi Iran tersebut.
Para pemimpin Iran telah membeberkan rangkaian tuduhan bahwa negara-negara Barat, khususnya AS dan Inggris, terlibat dalam kerusuhan pasca pemilu.(antara)

Pemimpin Hamas Puji Iran yang Membantu Kemenangan di Gaza

Senin, 02 Februari 2009 12:22 WIB

TEMPO Interaktif, Teheran:Pemimpin Hamas Khaled Mishaal memuji Iran yang membantu perjuangan sayap militer Palestina itu mendapatkan “kemenangan” dari Israel di Jalur Gaza. “Kemenangan warga di Gaza adalah keajaiban dari Tuhan dan Iran mempunyai andil dalam kemenangan ini,” kata Mishall setelah bertemu dengan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatullah Ali Khamenei, Senin (2/2).Mishaal tiba di Teheran dalam kunjungan pertamanya ke negara tersebut sejak agresi militer 22 hari Israel di Gaza. Di Iran, Mishaal juga bertemu Presiden Mahmud Ahmadinejad, dan Menteri Luar Negeri Manouchehr Mottaki.Mishall yang menetap di Siria adalah pemimpin Hamas yang menguasai wilayah Palestina, Jalur Gaza. Hamas mengklaim mendapatkan kemenangan dari tentara Israel, menyatakan negara Yahudi itu telah gagal menghancurkan kemampuan mereka meluncurkan roket-roket yang ditembakan ke selatan negara tersebut.Menurut Kantor Berita Fars, Khamenei memberi selamat Mishaal. “Warga Gaza dan Hamas membuat kami bangga dan dengan kesabaran serta kegigihannya sukses melewati situasi tersulit,” kata Khamanei.
http://www.tempointeraktif.com/hg/timteng/2009/02/02/brk,20090202-157934,id.html